Perkataan Gus Dur dalam buku Douglas E Ramage

Posted: May 2, 2012 in Tentang Gus Dur
Tags: , , , ,

Buku yang ditulis oleh Douglas E. Ramage berjudul Percaturan Politik di Indonesia, diterbitkan Mata Bangsa, mengutip perkataan-perkataan Gus Dur, terutama didasarkan atas wawancaranya dengan Gus Dur. Di antara kutipan-kutipan itu saya susun kembali dalam tiga bagian penting, yaitu: Negara Pancasila, NU, dan ICMI. Selanjutnya bisa dlihat dan dibaca di bawah ini:

Negara Pancasila

 

  1. Tanpa Pancasila, negara akan bubar. Pancasila adalah seperangkat asas dan ia akan ada selamanya. Ia adalah gagasan tentang negara yang harus kita miliki dan kita perjuangkan. Dan Pancasila ini akan saya perjuangkan dengan nyawa saya. Tidak peduli apakah ia dikebiri oleh Angkatan Bersenjata atau dimanipulasi oleh umat Islam (Kutipan dalam buku Douglas E Ramage, Percaturan Politik di Indonesia, hlm. 80).
  2. Dengan diterapkannya konsep negara, yang satu sisi, misalnya masyarakat Islam, bisa dibayangkan bahwa rakyat di NTT, Timor-Timur, Irian Jaya, dan maluku, dan rakyat Toraja, Kalimantan dan batak [tidak akan menerima suatu masyarakat Islam] sehingga akan terjadi disintegrasi masyarakat Indonesia, jika kami mengganti Pancasila dengan suatu ideologi sektarian. Tetapi jika pemerintah militer berlangsung terus, kami tidak akan terpecah menurut dimensi-dimensi teritorial, melainkan terjadi kehancuran jalinan masyarakat dan hilangannya mandat dari yang diperintah (Wawancara Douglas E Ramage, 18 Juni 1992 (penekanan tambahan, buku Percaturan Politik di Indonesia, hlm. 248).
  3. Jadi, timbul gagasan untuk melawan penafsiran pemerintah bahwa Pancasila adalah ideologi yang melingkupi semua, mengatasi semua, dengan mengembangkan pandangan alternatif tentang Pancasila. Dan visi Pancasila yang demikian hanya bisa dikembangkan di luar politik (Wawancara Douglas E Ramage, 18 Juni 1992 (penekanan tambahan, buku Percaturan Politik di Indonesia, hlm. 100).
  4. Dengan menolak mendukung Soeharto secara terbuka, berarti kami menolak mendukung sistem pemerintahan yang tidak adil ini. Dengan mendukung Pancasila dan UUD 45 kami bisa berkata bahwa NU mencoba melancarkan transisi dari sistem sekarang yang didasarkan pada sistem kroniisme, dan kehancuran negara ini dalam jangka panjang, dan dirampoknya sumber-sumber daya untuk kepentingan segelintir orang  (Wawancara Douglas E Ramage, 18 Juni 1992 (penekanan tambahan, buku Percaturan Politik di Indonesia, hlm. 108).
  5. Kami telah berkata kepada rakyat, kepada sejarah, kepada kawan-kawan kami, kepada pengikut-pengikut saya, bahwa kami berjuang demi suatu bentuk ideal suatu pemerintahan yang didasarkan pada Pancasila yang masih harus kami upayakan tegaknya. Sehingga kami loyal kepada suatu bentuk negara ideal yang akan menganut semangat Pancasila yang riil dan murni (Wawancara Douglas E Ramage, 18 Juni 1992 (penekanan tambahan, buku Percaturan Politik di Indonesia, hlm. 109).
  6. Suatu pemerintahan yang adil, pemerintahan yang melindungi kebebasan, mengeluarkan pendapat, berorganisasi, berserikat, pemerintahan yang menjamin kesamaan d hadapan hukum. Tidak demikian dengan pemeritahan sekarang…. Karena pemerintah ini tidak menjalankan aspek demokrasi dalam pemerintahan (Wawancara Douglas E Ramage, 18 Juni 1992 (penekanan tambahan, buku Percaturan Politik di Indonesia, hlm. 109).
  7. Itulah sebabnya saya berselisih dengan Amien Rais yang ingin mendirikan masyarakat Islam. Bagi saya masyarakat Islam di Indonesia berarti mengkhianati UUD 45 karena akan menjadikan orang-orang nonmuslim warga negara kelas  dua. Tetapi suatu masyarakat Indonesia dimana orang Islam itu kuat dan kuat berarti berfungsi dengan baik, saya pikir itu baik (Wawancara Douglas E Ramage, 24 Juni 1992 (penekanan tambahan, buku Percaturan Politik di Indonesia, hlm. 115).
  8. Jika Anda menolak primordialisme dan menerima Pancasila , Anda juga harus menerima liberalisme politik. Karena primordialisme berarti ketimpangan, bahwa hanya rakyat dari asal usul tertentu yang akan dianggap sama. Ini merugikan nasionalisme sekular, termasuk filsafat ABRI (Wawancara Douglas E Ramage, 17 September 1994, penekanan tambahan, buku Percaturan Politik di Indonesia, hlm. 301-302).
  9. Wahid menegaskan bahwa tuduhan-tuduhan semacam itu (bahwa Fordem liberal), mengabaikan maksud dan makna sebenarnya dari Pancasila. Pancasila dulu, sukarang, adalah kompromi antara politik antara kaum demokrat, para pendukung negara teokratis, dan kaum nasionalis. Pancasila menurut Wahid memungkinkan semua rakyat Indonesia untuk bergabung dalam suatu negara kesatuan yang nasionalis. Bukan Pancasila perse yang menjamin demokrasi. Pancasila mensyaratkan toleran sebagai dasar suatu kenegaraan demokratis dan yang menegaskan bahwa pemungutan suara itu diperbolehkan dan menjamin kebebasan mengeluarkan pendapat dan hak-hak asasi. Wahid menegaskan bahwa jika Pancasila dipakai pemerintah untuk membenarkan sistem yang tidak demokratis atau untuk menyerang forum demokrasi, maka rezim itulah yang mengkhianati Pancasila (Wawancara Douglas E Ramage, 24 juni 1992 (penekanan tambahan, buku Percaturan Politik di Indonesia, hlm. 298).

 

NU dan Jangkar Indonesia

  1. NU berada dalam posisi yang bagus sebagai jangkar dalam perpolitikan Indonesia: PPP, PDI, Golkar, semua membutuhkan kami, Angkatab Bersenjata membutuhkan kami; hampir semua orang membutuhkan kami karena basis massa yang kami miliki, yang kami gunakan dengan hati-hati (Wawancara Douglas E Ramage, 18 Juni 1992 (penekanan tambahan, buku Percaturan Politik di Indonesia, hlm. 246).
  2. NU menganut konsep nasionalisme yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 45. NU telah menjadi perintis dalam masalah-masalah idelogoi. Inilah kenyataannya walapun di seluruh dunia Islam masih ada masalah antara nasionalisme dan Islam. Semua penulis Saudi menganggap, nasionalisme semacam sekularisme. Mereka masih belum mengerti nasionalisme  seperti yang ada di Indonesia itu tidak sekular, melainkan menghormati peran agama (Douglas E Ramage, Percaturan Politik di Indonesia, hlm 95)., dikutip dari Gus Dur dalam Aula, Juli 1992, “Langkah Strategis”; dan Gus Dur, Pancasila, dan Kondisi Objektif Kehidupan Beragama, Kompas, 26 September 1985).

 ICMI

  1. Kenyataan bahwa perilaku mereka (para anggota ICMI) dan perilaku Soeharto dalam memakai ICMI untuk tujuan-tujuannya sendiri (yang non-Islam) telah mengamakan kembali perpolitikan. ICMI mengembalikan Islam dan agama ke arena politik setelah dua dasawarsa dilakukan upaya-upaya untuk memisahkan agama dari politik (Wawancara Douglas E Ramage, 15 oktober 1992, penekanan tambahan, buku Percaturan Politik di Indonesia, hlm. 116).
  2. Jadi, jelaslah bahwa kami  harus menangani hal ini (ICMI) dengan sangat berhati-hati. Di satu sisi kami tidak bisa membiarkan Islam dipakai dengan cara yang keliru oleh umat Islam yang ingin membangun masyarakat Islam di sini. Di sisi lain kami harus menghindari pemakaian kekuatan berlebihan melawan mereka dengan cara yang tidak demokratis. Jalan ini sangat sempit bagi kami… [dan] karena militer, dalam bertindak keras dengan cara yang tidak demokratis demi mempertahakan Pancasila, pada dasarnya mengebiri Pancasila (Wawancara Douglas E Ramage, 18 juni 1992, penekanan tambahan, buku Percaturan Politik di Indonesia, hlm. 130).
  3. Wahid mengatakan bahwa ketika para anggota ICMI berbicara tentang demokratisasi, mereka hanya berpikir tentang Islam menang dan hak-hak minoritas tidak dilindungi. Menurut Wahid, ini meruakan pengkhianatan terhadap jiwa Pancasila (Wawancara Douglas E Ramage, 15 oktober 1992,(penekanan tambahan, buku Percaturan Politik di Indonesia, hlm. 207-209). [nur khalik ridwan]

Leave a comment